nama : kurnia amanda
npm : 14511038
kelas : 3pa08
Definisi komunikasi
Secara harafiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin:
COMMUNIS yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata lain, komunikasi
adalah sutu proses di dalam upaya membangun saling pengertian.
Berikut ini adalah definisi serta penjelasan mengenai
komunikasi menurut beberapa ahli:
# PALO ALTO
Ketika dua orang sedang bersama, mereka berkomunikasi secara
terus menerus karena mereka tidak dapat berperilaku. PALO ALTO sangat percaya
bahwa seseorang tidak dapat tidak berkomunikasi.
# HIMSTREET & BATY
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar
individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol,
sinyak-sinyal, maupun perilaku atau tindakan.
# BOVEE
Komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan
pesan.
# LASWELL
Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakn
apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa.
# CARL I. HOVLAND
Komunikasi adalah proses dimana seseorang individu atau komunikator
mengoperkan stimulan biasanya dengan lambang-lambang bahasa (verbal maupun non
verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain.
# THEODORSON & THEDORSON
Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide sebagai
sikap atau emosi dari seseorang kepada orang lain terutama melalui
simbol-simbol.
# EDWIN EMERY
Komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap
seseorang kepada orang lain.
# DELTON E, Mc FARLAND
Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang mempunyai arti
antara sesama manusia.
Sesuai pengertian dan model komunikasi, komunikasi dapat
dilihat dari berbagai dimensi yakni sebagai berikut :
Komunikasi sebagai proses
Apabila komunikasi dipandang sebagai proses maka komunikasi itu sendiri bersifat
dinamis atau tidak tetap sesuai unsur-unsur yang mengikutinya atau bisa disebut
juga suatu kegiatan yang bersifat dinamis. Dan dikatakan proses pun juga
berarti unsur-unsurnya memang bersifat aktif. Mari kita menelaah dari konteks
komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa mana yang disebut proses.
Apabila ditelaah dalam komunikasi antarpribadi yang disebut atau yang
menunjukkan proses adalah saat dimana adanya kegiatan pengiriman pesan pada
satu orang ke orang yg lain. Mulai dari adanya sebuah informasi lalu ada sender
yang memberikan informasi dan adapula receiver yang mendapatkan informasi nah,
ketika informasi itu berjalan mulai dari adanya hal yang akan disampaikan
hingga diterima receiver itulah disebut proses.
Komunikasi sebagai simbolik
Hampir semua pernyataan manusia dalam berkomunikasi tidak lepas dari simbol
atau lambang. Nah!!apa simbol itu sendiri, simbol disini berarti sebuah tanda
atau lambang hasil kreasi manusia atau bisa dikatakan sebuah tanda hasil kreasi
manusia yang dapat menunjukkan kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi
dengan sesamanya. Dalam pernyataan “kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi
dengan sesamanya” dapat ditelaah kembali bahwa banyak faktor yang mempengaruhi
adanya simbol itu sendiri yaitu :
• Faktor budaya
• Faktor psikologis
Sehingga meskipun pesan yang disampaikan sama tetapi bisa saja berbeda arti
bilamana individu yang menerima atau receiver nya mempunyai kerangka berpikir
berbeda begitu juga latar belakang budayanya.
Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk lisan ataupun tertulis (verbal), untuk
bentuk tertulis banyak sekali contohnya seperti puisi, syair, cerpen, novel,
karya sastra lain, ataupun media cetak koran, majalah dan sebagainya yang
tertuang dari rangkaian-rangkaian kata hitam di atas putih dan sejenisnya, itu
semua sudah disebut komunikasi meskipun tidak langsung bertemu dengan si
penulis atau bahkan berhadapan langsung dengan sender namun komunikasi dengan
bentuk tertulis.
Berikut contoh komunikasi dengan non verbal atau dalam
bentuk perilaku.
Komunikasi sebagai sistem
Sistem sering diartikan sebagai suatu aktifitas yang saling bergantung dan
berinteraksi satu sama lain antara unsur-unsurnya. Sehingga suatu sistem
memiliki sifat menyeluruh, bergantung, berurutan, mengontrol dirinya, seimbang,
berubah, adaptif, dan memiliki tujuan. Jadi intinya suatu kegiatan tidak akan
berjalan dengan baik apabila salah satu komponen unsurnya tidak bekerja dengan
baik pula atau salah satu saja tidak berfungsi maka kegiatan itu tidak bisa
berjalan engan lancar.
Dari segi bentuknya ada sistem terbuka dan tertutup yang mebedakan adalah
sistem terbuka dimana prosesnya terbuka tergantung pengaruh lingkungan
sekitarnya, dan sistem tertutup prosesnya tertutup dari pengaruh lingkungan
luar. Contoh :
• Penelitian atau uji coba makanan yang tidak boleh ada pengaruh dari luar,
seperti : debu, musim, cuaca. Dan hasilnya sudah pasti dapat
diantisipasi.(sistem tertutup)
• Memilih agama yang dianut banyak sekali pengaruh dari luar seperti : pihak
keluarga, lingkungan mayoritas penduduk menganut apa?, latar belakang budaya.
(sistem terbuka)
Lalu apa kaitannya dengan proses komunikasi, seperti yang saya jelaskan tadi di
atas bahwa komunikasi sebagai sistem berarti memiliki komponen-komponen atau
unsur yang saling berkaitan satu sama lain yaitu, sender, message, receiver,
media, signal,etc. Apabila itu semua ada yang tidak berfungsi atau mengalami
gangguan maka informasi atau komunikasi yang berjalan tidak akan berhasil
sesuai harapan atau bahkan bisa terjadi. Karena keterikatan komponen antara
satu dengan yang lainnya akan meng hasilkan feedback loops atau umpan balik dan
hasilnya merupakan kerja sama dari semua komponen yang ada (synergic).
Komunikasi sebagai multidimensional
Apabila dilihat dari multidimensional komunikasi ada dua sisi yaitu: dimensi
isi dan dimensi hubungan.
• Dimensi isi : lebih menunjukkan pada kata, bahasa dan informasi yang dibawa
pesan. Jadi seperti orang madura berbicara dengan orang jawa pasti bahasa yang
mereka gunakan pun juga berbeda disinilah dimensi isi menunjukkan hal tersebut
dalam komunikasi.
• Dimensi hubungan : menunjukkan bagaimana proses komunikasi berinteraksi satu
sama lain. Masih dengan contoh diatas dimensi hubungan menunjukkan bagaimana
mereka berinteraksi, media apa yang mereka gunakan, apakah ada bahasa tubuh
atau simbol-simbol yang digunakan. Itu dilihat dari dimensi hubungan.
Asumsi dasar hubungan multidimensional adalah bahwa sumber tidak hanya
mempengaruhi pesan, tetapi juga bisa mempengaruhi komponen yang lainnya.
Leadership (kepemimpinan)
kepemimpinan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan
mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau
keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai
tujuan organisasi atau kelompok.
Teori
kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi
mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara
lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul
sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan
dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang
menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi
pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan
sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan
kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan
tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan,
kewibawaan, dan kemampuan.
1. Teori-teori dalam Kepemimpinan
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin
itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan
kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai
sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian
(1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat,
rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas,
orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang
tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang
antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; –
kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu
bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul
dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno,
namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung
didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru
sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang
individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian
tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
Ø Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri
ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul
dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya.
Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih
mementingkan tugas organisasi.
Ø Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi
kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian
pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan
kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang
berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis
pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian
tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum
pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur
melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap
bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak
dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner,
1978:442-443)
c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi
kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan
faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya
kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi
yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu
memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud
adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena
tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah
model-model kepemimpinan berikut:
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang
harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin
bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang
menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian
tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi
pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan
kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi
yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin
yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik; *
Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan
tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan
yang dapat digunakan adalah * Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu
menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk
mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan
perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku
pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur
tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk
paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh
bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam
pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut
“didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan
melalui proses pengambilan keputusan.
Teori x & y ( Douglas mcgregor)
Menurut McGregor organisasi tradicional dengan
ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam
dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang
ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta
menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari
McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya hádala:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk
bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi
mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan
keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa
untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka
McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori
Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat
dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís
teori Y mengenai manusia hádala sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain
dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan
aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada
perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangka.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal
itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam
memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada
seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada
kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada
tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan
kreatif dalam bekerja jira dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor
menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk
melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi
yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang
untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan
usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori sistem 4 Rensis Likert
Gaya
kepemimpian yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi
bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.
Dalam gaya yang ber orientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut:
• Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.
• Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
• Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan
sesuai dengan keinginannya.
• Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan
pengembangan bawahan.
Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
• Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada
bawahan.
• Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
• Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.
Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi
atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan
adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat
system tersebut terdiri dari:
- Sistem 1, otoritatif dan
eksploitif: manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja
dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer. Manajemen
menggunakan rasa takut dan ancaman; komunikasi atas ke bawah dengan
kebanyakan keputusan diambil di atas; atasan dan bawahan memiliki jarak
yang jauh;
- Sistem 2, otoritatif dan
benevolent: manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi
bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah
tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka
dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Manajemen
menggunakan penghargaan;, informasi mengalir ke atas dibatasi untuk
manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan kebijakan sementara datang
dari atas beberapa keputusan yang ditetapkan dapat dilimpahkan ke tingkat
yang lebih rendah, atasan mengharapkan kepatuhan bawahan
- Sistem 3, konsultatif: manajer
menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal
itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan –
keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih
digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman. Manajemen
menawarkan hadiah, kadang-kadang hukuman; keputusan besar datang dari atas
sementara ada beberapa yang lebih luas keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dan komunikasi rincian ke bawah ke atas sementara komunikasi
penting hati-hati.
- Sistem 4, partisipatif: adalah
sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi
seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan
kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat
keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat
dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya
mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba
memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Manajemen
kelompok mendorong partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan
kinerja yang tinggi dengan beberapa penghargaan ekonomi; komunikasi
mengalir ke segala arah dan terbuka dan jujur dengan pengambilan keputusan
melalui proses kelompok dengan masing-masing kelompok terkait dengan orang
lain dengan orang-orang yang menjadi anggota lebih dari satu kelompok yang
disebut menghubungkan pin; dan bawahan dan atasan dekat. Hasilnya adalah
produktivitas yang tinggi dan lebih baik hubungan industrial.
Seorang manajer dan supervisor harus selalu menyesuaikan perilaku
memperhitungkan karyawan aktual, mengadaptasi prinsip-prinsip umum untuk harapan-harapan,
nilai-nilai dan keterampilan yang mereka miliki. Organisasi harus menghasilkan
kondisi yang mendorong setiap manajer untuk menangani sensitif dengan mereka.
Meskipun dimungkinkan untuk memiliki pekerjaan yang terpusat, manajemen
tangguh, yang dapat mencapai produktivitas yang tinggi melalui sistem kontrol
masih akan ada yang tidak menguntungkan mereka dan kami sikap antara karyawan
terhadap pekerjaan dan manajemen, dengan pergantian buruh yang lebih tinggi dan
lebih besar pekerja dan manajemen konflik. Suatu organisasi harus memiliki
kesatuan integratif di mana hal-hal apa yang terjadi pada individu dan apa yang
penting bagi organisasi adalah sebagai satu.
Rensis Likert memperluas studi kepemimpinan Michigan dengan penelitian ke dalam
apa yang membedakan manajer yang efektif dari manajer tidak efektif. Di New
Patterns of Management (1961) ia menulis bahwa "atasan dengan catatan
terbaik, kinerja utama mereka fokus perhatian pada aspek manusia bawahan mereka
'masalah dan berusaha untuk membangun kelompok kerja yang efektif dengan tujuan
kinerja tinggi. "Likert mendefinisikan dua gaya manajer.
1. Pekerjaan berpusat pada manajer, ditemukan untuk menjadi yang paling
produktif
2. Karyawan berpusat manajer, ditemukan untuk menjadi yang paling efektif.
Likert juga menemukan bahwa manajer yang efektif menetapkan tujuan-tujuan
spesifik, tetapi memberikan kebebasan karyawan dalam cara mereka mencapai
tujuan tersebut. Hal ini telah disebut pengawasan umum, sebagai lawan dari
pengawasan yang ketat. Dalam jargon bisnis modern ini disebut pemberdayaan.
Organisasi dan Karakteristik Kinerja Sistem Manajemen Berbeda
- System 1 tidak percaya takut,
ancaman, dan hukuman sedikit interaksi, selalu ada ketidakpercayaa
- System 2 master / hamba imbalan
dan hukuman sedikit interaksi, selalu berhati-hati
- System 3 substansial tapi tidak
lengkap kepercayaannya penghargaan, hukuman, beberapa keterlibatan moderat
interaksi, beberapa kepercayaan
- Sistem 4 kepercayaan penuh
tujuan yang didasarkan pada partisipasi dan perbaikan luas interaksi.
Friendly, kepercayaan yang tinggi.
Theory of leadership pattern choice
dari Tamenbaum & Schmidt
Keberhasilan
menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat ditentukan oleh gaya(style)
yang diadopsi manajemen. Teori ini berpendapat tingkat keberhasilan pengmbilan
keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perubahan.
Gaya/cara yang dimaksud lebih menyangkut pengambilan keputusan dan
implementasi. Seseorang dapat melakoni gaya kepemimpinan dalam suatu horizon
mulai dari yang sangat otokratik hingga partisipatif.
Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komotmen dan partisipasi
bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis mengenai
kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap mental,
motivasi, maupun kompetensinya.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.
Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat
bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara
yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai
dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku
demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa
atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di
tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada
dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi
melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini
mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan
kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan.
Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau
wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi
dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha
mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin
senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di
sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan
(consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat
peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan
(joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik
tolak dari dua pandangan dasar :
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.
sumber :