Rabu, 21 Mei 2014

Analisis Transaksional

KELAS : 3PA08
KELOMPOK 5 
- ADE MAHESA (18511628) 
 http://ademahesa12.blogspot.com/
- DINI KUSUMANINGRUM (12511159) : http://dinikdini.blogspot.com/
- FELIK ASLAM POHAN (12511802) : http://celotehnyafelik.blogspot.com/
- KURNIA AMANDA (14511038) : http://kurniaamanda.blogspot.com/


A.     Pengantar
       Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi ini lebih cocok digunakan untuk terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru. AT menekankan aspek-aspek kognitif rasional-Behavior dan berorientasi pada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
     Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Teori Berne menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti yang dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabaian, dan ciri khas. Karena sifat operasional AT dengan kontraknya, taraf perubahan klien bisa dibentuk.

B.      Perwakilan-perwakilan Ego
       AT  adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah, yaitu ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anak.
       Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan exteropsyche adalah prototype yang dtampilkan seseorang seperti layaknya bokap nyokap. Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengontrolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengomand, melarang, mencegah atau memerintah.
       Kondisi ego orang dewasa (D) atau neopsyche adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek. Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemrosesan informasi dari data dan fakta lapangan.
       Kondisi ego anak (A) atau  archaeopsyche merupakan keadaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh rang lain.

C.      Tujuan Analisis Transaksional
       Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-piutusan diri mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan deterministik. Inti terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
       Harris (dalam Corey, 2013) melihat tujuan AT untuk membantu individu agar “memiliki kebebasan memilih, kebebasan mengubah keinginan, kebebasan mengubah respon-respon terhadapt stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru”. Pemulihan “kebebasan untuk mengubah” itu berlandasakan pengetahuan tentang ego orang tua dan ego anak serta tentang bagaimana kedua ego itu memasuki transaksi-transaksi terepeutik. Pada dasarnya menyertakan pembebasan ego orang dewasa dari pencemaran dan pengaruh-pengaruh merusak yang dihasilkan oleh ego orang tua dan ego anak. Sebagaimana di nyatakan oleh Harris (dalam Corey, 2013), tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode tritmen adalah membebaskan ego orang dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru di atas dan seberang pengaruh-pengaruh masa lampau yang membatasi. Menurut Harris, tujuan terapeutik itu dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego orang tua, orang dewasa, dan ego anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari, mengenali, dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi dalam kelompok.
       Berne (dalam Corey, 2013) menyatakan bahwa tujuan utama AT adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yaitu kesadaran, spontanitas, dan keakraban.

D.     Skenario-skenario Kehidupan dan Posisi-posisi Psikologis Dasar
       Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal yang dibuat oleh kita sebagai anak, yang selanjutnya dibawa oleh kita sebagai orang dewasa. Kita menerima pesan-pesan dan dengan demikian kita belajar dan menetapkan tentang bagaimana kita pada usia dini. Pesan-pesan verbal dan non verbal orang tua mengomunikasikan bagaimana mereka melihat kita dan bagaimana kita merasakan diri kita. Kita membuat putusan-putusan dini yang memberikan andil pada pembentukan perasaan sebagai pemenang (perasaan OK) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan tidak OK).
       Berkaitan dengan konsep-konsep skenario kehidupan, pesan-pesan dan perintah-perintah orang tua, serta putusan-putusan dini itu adalah konsep dalam AT tentang empat posisi dasar dalam hidup, yaitu:

(1)   “saya OK - kamu OK”
      Posisi yang sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi saya OK – kamu OK. Dalam posisi ini, dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka.
(2)   “saya OK - kamu tidak OK”
      Saya OK – kamu tidak OK adalah posisi orang-orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempersalahkan orang lain. Ia adalah posisi yang arogan yang menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dalam penyingkiran diri.
(3)   “saya tidak OK - kamu OK”
      Saya tidak OK - kamu OK adalah posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tak kuasa dibanding dengan orang lain dan yang cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain ketimbang keinginan sendiri.
(4)   “saya tidak OK - kamu tidak OK”
      Saya tidak OK – kamu tidak OK adalah posisi orang-orang yang menyingkirkan semua harapan yang kehilangan minat hidup dan melihat hidup sebagai  tidak mengandung harapan.

Masing-masing posisi itu berlandaskan putusan-putusan yang dibuat orang sebagai hasil dari pengalaman dini dimasa kanak-kanak. Jika seseorang telah membuat suatu putusan, maka dia pada umumnya akan bertahan pada putusannya itu kecuali jika ada campur tangan (terapi atau kejadian tertentu) yang mengubahnya.

E.      Prosedur-Prosedur Terapeutik
       Dalam praktek AT, teknik-teknik dari berbagai sumber, terutama pada terapi Gestalt, memiliki prosedu-prosedur yang mengasikan yang dikawinkan antara analisis transaksional dan terapi gestalt. James dan jongeward dalam (Corey, 2013) menggabungkan konsep-konsep dan proses-proses AT dengan eksperimen-eksperimen gestalt. Dengan pendekatan hubungan itu, ia mendemonstrasikan peluang yang lebih besar untuk mencapai kesadarn diri dan otonomi.
       Sisa bagian ini disediakan bagi uraian ringkas tentang proses-proses, prosedur-prosedur, dan teknik-teknik yang umum digunakan dalam prakteknanalisis transaksional. Sebagian besar metode dan proses terapeutik AT ini bisa diterapkan pada terapi individual maupun pada terapi kelompok. Meskipun bisa dijalankan secara efektif diatas landasa pribadi ke pribadi, kelompok adalah wahana yang terpenting bagi perubahan pendidikan dari terapeutik dari terapi AT.
1.      Analisis Struktural
      Analisis struktural adalah alat yang dapat membantu klienb agar menjadi sadar atas isi dan fungsi ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anaknya. Para klien AT belajar bagaimana mengenalimketiga perwakilan egonya itu. Analisis struktural membantu klien dalam merubah pola-pola dirasakan menghambat. Ia juga membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang mana menjadi landasan tingkah lakunya. Dengan penemuannya itu klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya.
2.      Analisis Transaksional
      Analisis transaksional pada dasarnya adalah suatu penjabaran atas analisi yang dilakukan dan dikatakan oleh orang0orang terhadap satu sama lain. Apapun yang terjadi, orang-orang melibatkan suatu transaksi diatara perwakilan-perwakilan ego mereka. ketika pesan-pesan disampaikan, diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transakis yaitu, komplementer, menyilang, dan terselubung. Transaksi komplementer terjadi apabila suatu pesan disampaikan oleh suatu perwakilan seseorang memperoleh respon yang diprakirakan dari perwakilan ego seseorang lainnya. Sebagai contoh adalah transaksi anak-anak nyang suka bermain. Transaksi menyilang terjadi apabila respon yang tidak diharapkan diberikan kepada suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang yang harus berperilaku tidak sesuai dengan umurnya. Transaksi terselubng yang merupakan suatu transaksi yang kompleks, terjadi apabila lebih dari satu perwakilan ego terlbiat serta seseorang menyampaikan kesan terselubung kepada seseorang yang lainnya.
3.      Kursi Kosong
      Kursi kosong adalah suatu prosedur yang sesuai analisis struktural. Bagaimana kursi kosong itu dijalankan? Umpamanya seorang klien mengalami kesulitan dalam menghadapi boss-nya (ego orang tua). Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk di sebuah kursi dihadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan egonya. Klien tidak hanya mempertajam kesadarannya, dalam kasus ini ego orang tuanya, tetapi juga kedua ego lainnya (anak dan orang dewasa) yang biasanya memiliki ciri-ciri tertentu dalam hubungannya dengan keadaan yang dibayangkan. Teknik kursi kosong bisa digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang lebih tajam dan pegangan yang kongkret bagi upaya pemecahan.
4.      Permainan Peran
Prosedur-prosedur AT juga bisa digabungkan dengan teknik-teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi-situasi permainan peran bisa melibatkan para anggota lain. Seorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi seorang anggota lainnya, dan ia berbicara kepada anggota tersebut. Para anggota yang lain pun bisa menjalankan permainan peran serupa dan boleh mencobanya diluar pertemuan terapi. Bentuk permainan lainnya adalah permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas dari ego orang tua yang konstan, ego orang dewasa yang konstan, dan ego anak yang konstan, atau permainan-permainan tertentu agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
5.      Analisis Sekenario
      Analisis sekenario adalah bagian dari proses terapeutik yang memungkinkan pola hidup yang diikuti oleh hidup individu bisa dikenali. Analisis sekenario bisa menunjukan kepda individu prose yang dijalaninnya dalam memperoleh sekenario dan cara-caranya membenarkan tindakan-tindakan yang tertera pada sekenario. Ketika menjadi sadar atas sekenario kehidupannya, orang siap untuk melakukan sesuatu untuk menuba pemperograman. Orang tindak menelantarkan dirinya sebagai korban dari pembentukan sekenario karena melalui kekerasan, dia menghadapi kemungkina untuk memutuskan ulang. Analisis sekenario membuka alternatif-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasan-perasan untuk membenarkan tindakan tertentu yang dilaksanakan menurut plot sekenario.


F.       Contoh Kasus Analisis Transaksional

KASUS 1

Hasta adalah anak yang patuh dan penurut kepada orangtuanya. Baginya, orangtua adalah orang yang selalu dihormati dan ditaati. Sejak kecil, Hasta memang selalu diarahkan orangtuanya. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Harus yang ini, harus yang itu, dsb. Dia jarang sekali dibiarkan membuat pilihannya sendiri. Hal itu juga terjadi dalam pemilihan arah pendidikan. Dari TK hingga SMA, semua ditentukan oleh orangtua. Tidak ada yang dipilih sendiri oleh Hasta. Dia selalu menurut saja. Orangtuanya ingin Hasta menjadi seorang dokter. Hasta merasa tidak ingin jadi dokter tapi dia tidak mau dan tidak bisa melawan keinginan orangtua. Dia merasa tidak memiliki kekuatan atas jalan hidupnya sendiri. Hasta menurut saja jika dipersiapkan untuk menjadi seorang dokter dengan les tambahan di bimbingan belajar, baik klasikal maupun privat. Kemudian Hasta berhasil diterima di Jurusan Kedokteran Umum. Orangtuanya senang sekali, merasa telah sukses mengarahkan anaknya. Tapi Hasta tidak nyaman dengan hal tersebut. Sebenarnya dia ingin belajar sastra.Hasta pernah sekali mengungkapkan keinginannya itu. Tapi orangtua tidak mau tahu dan selalu melarang Hasta belajar sastra. Menurut Hasta, orangtuanya berpikir bahwa pilihan terbaik adalah apa yang diputuskan oleh orangtua, bukan Hasta yang hanya seorang anak. Hasta menjalani kuliah di kedokteran dengan tidak semangat dan tertekan. Dia merasa bukan ini yang ingin dilakukan. Dia ingin sekali keluar dari jurusan kedokteran. Akibatnya, pada semester pertama, nilainya sudah jeblok. Orangtua hanya bisa marah-marah , menyuruh Hasta serius kuliah, tidak memikirkan hal lain, apalagi sastra. Karena hal itu, Hasta semakin merasa tertekan dan stres. Dia ingin memiliki kekuasaan atas pilihan jalan hidupnya sendiri, tapi tak sanggup melawan ego orangtua.

KASUS 2

Ego State Therapy For Children

Mengapa saya jatuh cinta dengan Ego State Therapy ? Karena teknik ini sangat SIMPEL dan POWERFUL dimana teknik ini dapat dilakukan tanpa induksi samasekali. Nama tekniknya adalah Resistance Bridging. Teknik ini diciptakan khusus bagi orang yang tidak ingin dihipnosis karena ga mau dibuat mainan seperti yang sering dilihat di televisi. Bahkan alumni saya yang sudah berjalan sekitar 25 angkatan mengatakan bahwa teknik ini ternyata mudah sekali, terutama bagi mereka yang pernah belajar hypnosis, teknik ini membantu mereka memahami lebih mudah khususnya dalam melakukan terapi. Dalam satu pelatihan Ego State Therapy saya, ada satu kasus menarik dimana yang menjadi contoh kasus adalah seorang anak kelas 6 SD. Anak ini merasa takut berada di tempat gelap karena masih sukam dibayang-bayangi film horor “The SAW”. Film ini didapat dari temannya. Lalu saya menggunakan teknik ego state therapy dengan menggunakan kursi yang dikenal dengan nama empty chair. Anak tersebut tertarik dengan semua film kartun. Dan salah satu favorit dia adalah Doraemon. Lalu saya memakai doraemon ini sebagai salah satu ego statenya atau introject. kemudian saya menanyakan kepada dia, dilambangkan siapa si rasa takutnya tersebut. Dia sebut nobita. Dan kita bermain-main dengan menggunakan Nobita dan doraemon. Anak tersebut saat memerankan doraemon, dia memberikan pil berani, baju terang, helm motivasi serta komputer pemrogram otak. Dan walhasil saat sudah dilakukan play therapy kesembuhannya langsung terlihat. Peserta juga happy karena play therapy benar-benar fun banget.

KASUS 3

Contoh kasus penerapan analisis transaksional di sekolah

Banyak laporan, terutama dari praktioner (penganut) AT, bahwa AT berhasil dengan memuaskan. Banyak klien yang telah disembuhkan dengan cara ini, serta “decak kagum “ pun dialamatkan pada temuan Berne ini. Terbentuknya perhimpunan AT, ITAA, dan terbitnya jurnal AT membuktikan bahwa AT sebagai suatu pendekatan yang sudah besar dan berkembang luas dikalangan ahli terapi.

Persoalan sekarang, apakah keberhasilan AT ini dapat pula diterapkan disekolah, terutama di sekolah kita Indonesia yang berlandaskan filsafat Pancasila? Persoalan ini tidaklah sederhana. Keterampilan AT pada klinik Psikologi boleh jadi cocok atau boleh jadi tidak. Penerapan yang tepat meminta uji coba yang cukup matang.

Secara rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah, selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau gurunya.

Lebih optimis lagi, bahwa AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya. Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa. Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT sebagai penyuluh kelompok di sekolah.

Kondisi sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini, justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa (Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).

Kondisi ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa sama dengan masyarakat kita.



SUMBER :

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama
Gunarsa, Sanggih. 2007. Konseling dan Terapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia