Kamis, 24 April 2014

Penyesuaian Diri & Pertumbuhan dan Stress

1) PENYESUAIAN DIRI & PERTUMBUHAN
A. PENGERTIAN PENYESUAIAN DIRI
Penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia Anda (Calhoun dan Acocella dalam Sobur, 2003:526).

Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).

Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).
 KEMATANGAN EMOSIONAL, YANG MENCAKUP ASPEK-ASPEK :
1.      Kemantapan suasana kehidupan emosional
2.      Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
3.      Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
4.      Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri
 KEMATANGAN INTELEKTUAL, YANG MENCAKUP ASPEK-ASPEK :
1.      Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
2.      Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
3.      Kemampuan mengambil keputusan
4.      Keterbukaan dalam mengenal lingkungan
KEMATANGAN SOSIAL, YANG MENCAKUP ASPEK-ASPEK : 
1.      Keterlibatan dalam partisipasi sosial
2.      Kesediaan kerjasama
3.      Kemampuan kepemimpinan
4.      Sikap toleransi
TANGGUNG JAWAB, YANG MENCAKUP ASPEK-ASPEK :
1. Sikap produktif dalam mengembangkan diri
2. Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
3.Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
4. Kesadaran akan etika dan hidup jujur


a.       Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003:529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:
1. ADAPTIVE
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas.

2. ADJUSTIVE
Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.


b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri
·         Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain (Enung dalam Nofiana, 2010:17):
Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri
·         Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dsb.
c.       Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Enung (dalam Nofiana, 2010:17) karakteristik penyesuaian diri antara lain:
-          Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan. Mampu mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi berbagai kejadian dalam hidup
-          Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah. Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah yang dihadapi terasa ringan.
-          Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi dan gejala-gejala kelainan jiwa.
-          Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin ditempuh, selalu berdasarkan pemikiran yang rasional
-          Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa mentalnya menjadi lebih kuat dan tahan banting.
-          Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah didasarkan pada realita dan pemikiran objektif

B. PERTUMBUHAN PERSONAL
Definisi pertumbuhan personal ialah perubahan secara fisiologis dari hasil proses sutau kematangan funsi-fungsi jasmani sebagai akibat dari adannya pengaruh lingkungan. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses berubahnnya keadaan jasmaniah (fisik) yang turun-menurun dalam bentuk proses aktif yang berkesinambungan.
Pada dasarnya setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian.  
1.       Penekanan Pertumbuhan Diri
Penekanan Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
2.      Variasi dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

3.      Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
4.         Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari
Coleman dan Hammen)

2) STRESS
A. Arti Penting Stress
Stres adalah satu kata yang familiar bagi Anda bukan?. Tapi jika Anda bertanya kepada selusin orang untuk mendefinisikan stres, atau menjelaskan apa yang menyebabkan stres bagi mereka, atau bagaimana stres mempengaruhi mereka, Anda mungkin akan mendapatkan 12 jawaban yang berbeda untuk masing-masing permintaan. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak ada satu definisi stres yang semua orang setuju , apa yang dirasakan sebagai stres bagi satu orang mungkin malah menyenangkan atau memiliki sedikit saja efek pada orang lain, kita semua bereaksi terhadap penyebab stres yang berbeda.
Istilah The “Stress” , diciptakan dan digunakan oleh Hans Selye pada tahun 1936, yang didefinisikan sebagai “respon non-spesifik dari tubuh untuk setiap permintaan perubahan”.
Stres bukanlah istilah yang berguna bagi para ilmuwan karena adalah suatu fenomena yang sangat subjektif yang menentang definisi itu. Dan jika Anda tidak dapat menentukan stres, bagaimana mungkin Anda mengukurnya?
Pada saat itu telah diyakini bahwa sebagian besar penyakit disebabkan oleh patogen khusus, namun berbeda, misalnya : Tuberkulosis disebabkan basil tuberkulum, anthrax oleh basil anthrax, sifilis oleh spirochete, dll. Namun  Apa yang diusulkan Selye adalah sebaliknya, yaitu bahwa berbagai penghinaan (yang menyebabkan stress) dapat menyebabkan penyakit yang sama, tidak hanya pada hewan, tetapi pada manusia juga .
Teori Selye’s menarik perhatian dan stres segera menjadi kata kunci populer yang benar-benar diabaikan oleh definisi asli Selye’s. Beberapa orang menggunakan stres untuk merujuk ke bos yang sombong atau buruk atau situasi yang tidak menyenangkan lain dimana mereka menjadi sasaran. Bagi banyak orang, stres adalah reaksi mereka terhadap kondisi dalam bentuk nyeri dada, mulas, sakit kepala atau palpitasi. Selain itu stres juga digunakan  untuk merujuk kepada apa yang mereka anggap sebagai hasil akhir berulang dari tanggapan keadaan  seperti bisul atau serangan jantung. Banyak ilmuwan mengeluh tentang kebingungan ini dan satu dokter menyimpulkan dalam isu 1951 dari British Medical Journal bahwa, “Stres adalah selain itu sendiri, juga penyebab itu sendiri, dan hasil itu sendiri.”
Selye berhasil berjuang seumur hidupnya untuk menemukan definisi yang memuaskan dari stres. Stres, dia didefinisikan ulang sebagai “Tingkat keausan pada tubuh”. Ini sebenarnya adalah gambaran yang cukup baik untuk penuaan biologis sehingga tidak mengherankan bahwa stres yang terus meningkat bisa mempercepat banyak aspek dari proses penuaan. Dalam tahun-tahun berikutnya, ketika diminta untuk mendefinisikan stres, dia mengatakan kepada wartawan, “Semua orang tahu apa yang dimaksud stres, tapi tidak ada yang benar-benar tahu.”
Stres sepertinya pernah dialami oleh siapapun. Entah yang tua ataupun yang muda, entah yang miskin atau yang kaya. Bahkan seorang bayi kecil yang ingin keluar dari rahim ibunya pun mengalami stres untuk pertama kali sebelum ia bertemu dengan dunia. Ia berjuang keras untuk dapat keluar dari rahim ibunya. Lansia juga dapat mengalami stres. Seorang nenek dapat mengalami stres karena ajalnya yang semakin mendekat. Seorang pengusaha muda dapat mengalami stres jika melihat indeks saham yang berubah-ubah sepanjang waktu. Remaja wanita juga mengalami stres jika datang bulan. Hal ini membuktikan bahwa stres memang sudah menjadi bagian hidup dari manusia. Stres tidak dapat Anda dihindari. Oleh karena itu, Anda-lah yang seharusnya mengkontrol stres yang datang di kehidupan Anda.
a)      Stres yang negatif disebut distress
Stres dapat berarti suatu hal yang menekan kita. Stres juga dapat diartikan sebagai reaksi tubuh kepada lingkungan melalui meningkatnya tekanan internal tubuh dan tegangan antara otot tubuh. Stres yang terjadi dalam durasi yang lama dapat mendatangkan penyakit dalam tubuh. Selain penyakit, stres juga dapat mencuri kebahagiaan yang Anda miliki dalam hidup ini. Apabila Anda menjalani hidup dengan ketidakbahagiaan, tentunya hidup akan terasa lebih sulit. Stres seringkali dikenal sebagai sesuatu yang mesti dihindari, karena membuat seseorang merasa tidak nyaman. Stres seringkali dianggap mendatangkan hal yang bersifat negatif.
b)      Stres yang positif disebut eustress
Eustress atau stres yang positif adalah stres yang menyebabkan Anda beradaptasi dan meningkatkan kemampuan adaptasi Anda. Eustress juga dapat memperingati Anda jika kemampuan dalam mengangani stres sudah tidak mencukupi sehingga dapat meningkatkan kemampuan coping . Intinya,eustress menantang Anda untuk hidup lebih baik lagi.

B. Gejala  Efek Stres
Pernahkah Anda merasa badan tiba-tiba berkeringat dingin, lidah  menjadi kelu, serta jantung  berdebar-debar saat melakukan presentasi di depan banyak orang. Mungkin ketiga tanda tersebut merupakan stres yang Anda alami. Untuk dapat menangani stres secara lebih baik,  perlu mengenali reaksi terhadap stres, sehingga dapat memilih coping strategies mana yang dapat Anda lakukan.
Setdaknya ada 50 gejala yang merupakan efek dari stres, terbagi dalam 4 kelompok , yakni fisik, kognitif, emosi dan tingkah laku, antara lain sebagai berikut :
Gejala stres yang dapat dilihat melalui efek pada  fisik, antara lain adalah gagap dalam berbicara (sulit untuk bicara), detak jantung meningkat, kepala pusing, badan gemetaran, muntah-muntah, kesulitan bernafas, kelelahan yang berlebihan, serta kesulitan tidur.
Secara kognitif, efek stres yang muncul adalah berkurangnya konsentrasi, mudah lupa, munculnya pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, kreativitas menurun, serta hilangnya kontrol pada diri sendiri.
Sedangkan secara emosi, reaksi stres yang muncul adalah mudah cemas, cepat tersinggung, mudah marah, depresi, penarikan diri pada lingkungan sosial, mudah menangis, menurunnya rasa percaya diri, serta munculnya pandangan negatif pada diri dan orang lain.
Dilihat dari tingkah laku, reaksi stres yang terlihat adalah tidak sabar, menjadi ceroboh, nervous laughter, menarik diri dari lingkungan sekitar, merokok, penurunan dan peningkatan nafsu makan, pemakaian obat-obatan terlarang, minum minuman beralkohol, serta munculnya tingkah laku yang bersifat agresif seperti mengemudikan mobil dengan kecepatan sangat tinggi.

C. Penyebab Stress
Penyebab stres (stressor) anda dapat datang dari sudut kehidupan manapun. Kejadian kecil dalam hidup anda pun dapat menjadi sumber stres yang membuat hidup anda hancur. Masalah yang muncul sebenarnya sebenarnya bersifat netral, anda-lah yang memegang peranan untuk mengubahnya menjadi hal yang bersifat positif atau negatif.
Dari aspek bioecological (lingkungan), sumber stres dibagi menjadi empat bagian, yaitu time and body rhythms, eating and drinking habits, noise polution, dan climate and altitude.
time and body rhythms, Biasanya terjadi akibat jet lag. Bagi yang sering bepergian ke luar negeri yang memiliki jeda waktu yang berbeda dengan Indonesia dan kelelahan berjam-jam naik pesawat  bisa menjadi sumber stres. Bagi para wanita, hormonal time juga dapat membuat stres. Misalnya pada saat sebelum dan saat menstruasi, serta saat menghadapi menopause. Wanita menjadi lebih sensitif serta mudah tersinggung.
eating & drinking habits. Ada sebagian orang yang mengalami malnutrisi (kekurangan gizi), tetapi ada juga beberapa orang yang mengalami overnutrisi. Hal lain yang dapat menjadi sumber stres adalah terlalu banyak mengkonsumsi junk food, kopi, teh, drugs, serta alkohol. Pengkonsumsian makanan yang berbahaya  kadang membuat stres bagi banyak orang karena dapat menimbulkan penyakit pada diri mereka.
noise polution. Gangguan suara seringkali terjadi pada anda yang tinggal di kota-kota besar. Disana aktivitas perkantoran, perindustrian serta kemacetan lalu lintas seringkali menimbulkan suara yang bising. Suara ini seringkali mengganggu konsentrasi kita dalam mengerjakan sesuatu dan membuat stres bagi kebanyakan orang. Bagi orang-orang yang menyukai suasana tenang, noise polution dapat menjadi salah satu penyebab stres utama dalam kehidupannya.
climate & altitude. Stres in terjadi biasanya karena adanya perubahan iklim. Misalnya bagi anda yang senang mendaki gunung, seringkali pergantian cuaca yang ekstrim dapat menimbulkan hyperthermia. Bagi anda yang senang bepergian ke negara-negara bagian Barat, seringkali suhu udara yang dingin membuat kita tidak nyaman akan diri kita sendiri.
Selain dari aspek bioekologi, stressor dapat muncul dari pekerjaan. Seseorang dapat mengalami stres pada pekerjaan yang berasal dari organisasi itu sendiri, lingkungan pekerjaan, faktor biologis pada lingkungan pekerjaan, serta kelelahan pribadi. Anda tentu dapat mengalami stres jika memperoleh gaji yang tidak sesuai dengan kemampuan anda, entah gaji kecil atau besar. Selain itu, jam kerja yang rutin juga dapat menimbulkan kebosanan bagi beberapa orang sehingga menimbulkan stres jika tidak diatasi dengan baik.
Sedangkan dari aspek psikososial,  Perubahan yang terjadi dalam kehidupan kita, dapat menjadi salah satu sumber stres. Misalnya ketika kita masuk kuliah pada hari yang pertama, pindah rumah, menikah, melahirkan seorang anak, dsb, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita dan dapat mengakibatkan stres.
Remaja juga memiliki sumber stres mereka sendiri. Keadaan keluarga, tuntutan dari lingkungan sekitar, persahabatan, masalah self-esteem, sampai masalah percintaan dapat menimbulkan stres di kalangan remaja.

D. Cara Mengatasi Stres
Secara umum, terdapat dua cara untuk mengatasi stres , yaitu problem focus dan emotion focus
Problem focus, adalah cara mengatasi stres dengan memfokuskan diri pada masalah atau sumber stres . Cara ini dapat di lakukan jika masalah yang dialami bersifat controllable. Contohnya, anda mengalami kesulitan dalam mengikuti suatu mata kuliah tertentu. Anda juga khawatir apabila mata kuliah ini akan menurunkan indeks prestasi. Maka hal yang dapat anda lakukan (berdasarkan problem focus) adalah tidak mengikuti dan membatalkan mata kuliah tersebut.
Cara yang kedua adalah emotion focus, dimana mengatasi stres dengan cara memfokuskan diri dengan emosi yang dialami. Cara ini biasanya dilakukan ketika menghadapi masalah yang bersifat uncontrollable (tidak dapat dikontrol). Contohnya ketika  merasa stres akibat kehilangan saudara karena bencana tsunami, hal yang dapat dilakukan misalnya berdoa agar diberikan kekuatan oleh Tuhan dalam menghadapi masalah ini.
Kedua cara tersebut, problem atau emotion focus, sebenarnya tidak ada yang lebih baik. Cara tersebut dapat anda lakukan tergantung pada masalah apa yang dialami.

E. Symptom reducing responses terhadap stress
Menurut Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.

F. Pendekatan “problem solving” terhadap stress
Kita mengatasi rasa stress itu dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harusbisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita,kalo perlu meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta,lalu kita merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak mungkin lagi,nah darisitu kita bisa mengambil keputusan kalau memang orang itu bukan yang terbaik untuk kita,apa salahnya kita mencoba dengan orang baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.

Sumber :
Lazarus, A. A. 2006. Learning theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy. Jakarta

Kartini Kartono. 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta

Sabtu, 05 April 2014

Psikoterapi :)

Psikoterapi yang lahir pada pertengahan dan akhir abad yang lalu, dilihat secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas, yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” dari Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.  Dalam Oxford English Dictionary (dalam Gunarsa, 2007) perkataan “psychotherapy” tidak tercantum, tetapi ada perkataan “psychotherapeutic” yang di artikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan teknik psikologis untuk melakukan intervensi psikis.
Menurut semiun (2006) Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan persaan pasien supaya membantu pasien dalam mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.
                   Tujuan psikoterapi menurut Supratiknya (1999) adalah menolong individu meninggalkan benteng-benteng atau topeng-topeng pertahan diri dan belajar mengakui atau menerima pengalaman-pengalaman sejati mereka, belajar mengembangkan berbagai bentuk kompetensi yang diperlukan, dan menemukan nilai-nilai hidup. Dengan kata lain, individu ditolong mengembangkan kemampuan untuk membuat pilihan dan keputusan secara tepat dan benar, tumbuh dan mencapai pemenuhan diri.
Tujuan psikoterapi menurut Korchin (dalam Sunderberg, 2007)
1.      memperkuat motivasi klien untuk -melakukan hal yang benar
2.      mengurangi tekanan emosional
3.      mengembangkan potensi klien
4.      mengubah kebiasaan
5.      memodifikasi struktur kognisi
6.      memperoleh pengetahuan tentang diri
7.      mengembangkan kemampuan berkomunikasi & hubungan  interpersonal
8.      meningkatkan kemampuan mengambil keputusan
9.      mengubah kondisi fisik
10.  mengubah kesadaran diri
11.  mengubah lingkungan sosial
unsur-unsur psikologi menurut Masserman ada delapan parameter pengaruh dasar yang mencangkup unsur-unsur lazom pada semua jenis psikoterapi.
a.       Peran social
b.      Hubungan (Persekutuan tarapeutik)
c.       Hak
d.      Retrospeksi
e.      Reduksi
f.       Rehabilitisi, memperbaiki gangguan perilaku berat
g.      Resosialisasi
h.      Rekapitulasi

Perbedaan Psikoterapi dan Konseling menurut Corsin (dalam Lubis, 2005)
Persamaan :
-          dasar : teori, metode & data ilmiah yang telah dikaji secara empirik (observasi, wawancara, test, teori2)
-          teknik2 ilmiah : pembicaraan, latihan2
-          aturan : biaya, waktu, tempat, alat2,

Perbedaan

Konseling

Psikoterapi
< intensif
> intensif
preventif
Kuratif / reapartif
Fokus : edukasi, vocational, perkembangan
Fokus : remedial
Setting : sekolah, industri, social work,
Setting : rumah sakit, klinik, praktek pribadi,
Jumlah intervensi <
Jumlah intervensi >
supportive
rekonstructive
Penekanan “normal”
/ masalah ringan
Penekanan “disfungsi” / masalah berat
Short term
Long term

            Pendekatan Terhadap Mental Illness
            Tahap-tahap psikoterapi :
1.      Wawancara awal
-          dikemukakan apa yang akan terjadi selama terapi berlangsung, aturan2, yang akan dilakukan terapi & diharapkan dari klien, kontrak terapeutik (tujuan, harapan, kapan, dimana, lama, keterbatasan, dll)
-          akan diketahui apa yang menjadi masalah klien – rapport, klien menceritakan masalah (ada komitmen untuk mengkomunikasikan), terapis & klien bekerjasama
2.      Proses terapi
-           mengkaji pengalaman klien, hubungan terapis & klien, pengenalan – penjelasan – pengartian perasaan & pengalaman klien
3.      Pengertian ke tindakan
-          terapis bersama klien mengkaji & mendiskusikan apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung, penngetahuan klien akan aplikasinya nanti di perilaku & kehidupan sehari-hari
4.      Mengakhiri terapi
-          terapi dapat berakhir jika tujuan telah tercapai, klien tidak melanjutkan lagi, atau terapis tidak dapat lagi menolong kliennya (merujuk ke ahli lain)
-          beberapa pertemuan sebelum terapi berakhir klien diberitahu à klien disiapkan untuk menjadi lebih mandiri menghadapi lingkungannya nanti

Bentuk-bentuk utama dari terapi
Psikoterapi menurut Phares (1992) dapat dibedakan dalam beberapa aspek, yakni menurut taraf kedalamannya, dan menurut tujuannya. Menurut kedalamannya dibedakan psikoterapi suportif, psikoterapi reeducative, dan psikoterapi reconstruktive.
1. Terapi Supportive
Tujuannya memperkuat perilaku penyesuaian diri klien yang sudah baik, memberi dukungan psikologis, dan menghindari diri dari usaha untuk menggali apa yang ada dalam alam bawah sadar . alasan penghindaran karena kalau di bongkar ketidaksadarannya, klien ini kemungkinan akan menjadi lebih parah dalam penyesuaian dirinya. Psikoterapi suportif biasanya dilakukan untuk memberikan dukungan pada klien untuk tetap bertahan menghadapi kesulitannya. Contohnya mengatasi trauma kekerasan dengan tujuan merubah prilaku yang biasanya dilakukan.
2. Psikoterapi Reeducative
Psikoterapi reeducative bertujuan untuk mengubah pikiran atau perasaan klien agar ia dapat berfungsi lebih efektif. Di sini terapis tidak hanya memberi dukungan, tetapi juga mengajak klien atau pasien untuk mengkaji ulang keyakinan klien, mendidik kembali, agar ia dapat menyesuaikan diri lebih baik setelah mempunyai pemahaman yang baru atas persoalannya. Terapis di sini tidak hanya membatasi diri membahas kesadaran saja, namun juga tidak terlalu menggali ketidaksadaran. Psikoterapi jenis redukatif ini biasanya terjadi dalam konseling.
3. Reconstructive
Bertujuan untuk mengubah seluruh kepribadian pasien atau klien, dengan menggali ketidaksadaran klien, menganalisis mekanisme defensif yang patologis, memberi pemahaman akan adanya proses-proses tidak sadar, dan seterusnya. Psikoterapi jenis ini berkaitan dengan pendekatan psikoanalisis dan biasanya langsung intensif dalam waktu yang sangat lama. Pendekatan psikoanalisis dimaksudkan menimbulkan pemahaman pada klien tentang masalah-masalahnya, kemudian mendobrak untuk melakukan pemahaman selanjutnya dan meningkatkan pengendalian ego atas desakan id dan superego
.

sumber:
            Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia.
Semiun Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius.
Supratiknya, A. 1999. Mengenal Perilaku Abormal. Yogyakarta : Kanisius
Sunderberg, Norman D. Winnebarger, Allen A. Taplin, Julian R. 2007.  Psikologi Klinis. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Ardani, Tristiadi Ardi. Rahayu, Iin Tri. Sholichatun, Yulia. 2007.  Psikologi Klinis.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Lubis DB & Elvira SD. Penuntun Wawancara Psikodinamik dan Psikoterapi. Balai Penerbit FKUI, 2005: 10-12
Slamet I.S. Suprapti & Sumarmo M. 2008. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : UI-Press